Terkait Masalah Lahan Usaha Transmigrasi, Ini Sambutan Kadisnakertrans


Terkait Masalah Lahan Usaha Transmigrasi, Ini Sambutan Kadisnakertrans
Kadisnakertrans Natuna, Hussyaini

NATUNA - Warga Transmigrasi di Kecamatan Bunguran Batubi, mendatangi Gedung DPRD Natuna guna menyampaikan aspirasinya terkait masalah Lahan Usaha (LU)2 Transmigrasi, Senin 24 Februari 2020.

Kedatangan Warga Transmigran disambut oleh Ketua Komisi I dan II serta Anggota DPRD Natuna lainnya, di ruang Banggar DPRD Natuna.

Dihadapan Anggota Dewan dan Instansi terkait lainnya, Juru bicara Perhimpunan Anak Transmigrasi Republik Indonesia (PATRI), Nur Rohman, menyampaikan tiga poin tuntutan yaitu, tentang Hak Pengunaan Lahan (HPL), tentang status Program, dan menempuh jalur hukum jika tidak bisa diselesaikan.

“Sebetulnya sejak tahun 1999 dan 2001 sertifikat lahan Batubi 1060 KK sudah terealisasi melalui dana ABPN, kita mempunyai dakumen dan data yang akurat kita akan buka habis-habisan agar tidak terjadi pembohongan publik," tegasnya.

Nur Rohman pun menanyakan tentang status zona merah di lahan Transmigrasi yang sebelumnya tidak ada. Apalagi, karena ada zona tersebut, Badan Pertanahan Nasional tak bisa melakukan pengukuran dan sertifikasi tanah.

Menjawab pertanyaan itu, Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Natuna, Hussyaini, menuturkan sejak dirinya menjabat Kadisnakertrans pada Tahun 2017, Ia dan pegawainya selalu konsen menyelesaikan permasalahan di Batubi.

"Kami bergerilya, dari bawah hingga ke atas mencari data-data terkait masalah lahan di batubi, Namun perlu diketahui, HPL Transmigrasi 42 ribu lebih sampai sekarang statusnya belum dicabut oleh kementerian. Dalam kawasan HPL itu ada hutan," kata Hussyaini.

Lebih lanjut Ia menceritakan, Disnakertrans juga telah melakukan pendataan sesuai dengan intruksi dari Kementrian. Mendata masyarakat yang benar-benar asli Batubi, berkoordinasi dengan RT, RW, Kades dan Camat setempat , dengan mengumpulkan KTP, KK yang berdomisili di Batubi dan nomor kapling serta trans penganti yaitu ahli waris.

"Kami turun langsung ke Bunguran Batubi selama tiga hari, kita kumpulkan data itu dari dasar. Dari hasil pengumpulan data tersebut ada 591 KK yang telah di SK kan oleh Bupati dan diusulkan ke BPN untuk diterbitkan sertifikatnya," tutur Hussyaini.

Mantan Kabag Perlengkapan Setda Natuna ini juga menjelaskan, penerima sertifikat yang di SK kan oleh Bupati hanya 591 KK, karena dari laporan yang diterimanya, data 1060 KK tak bisa dilengkapi.

"Dari 1060 cuma 591 yang di SK kan, sisanya mana?, kami minta dari RT dan RW, tapi mereka tak bisa mencari data itu, katanya sudah banyak yang pindah keluar natuna. Karena yang kami minta orang yang betul tinggal di batubi, domisi asli di lahan trans itu," jelas Hussyaini.

Meski demikian, Pemkab Natuna melalui Disnakertran, terus mendorong ke pusat agar kawasan HPK seluas 1712 hektar dapat dilepaskan statusnya dari HPL.

"Sudah kami surati dan kami sudah rapat di Menko PMK sudah 2 kali rapat. Menko PMK sudah desak Menteri Kehutanan sampai sekarang proses usulan kita ini sudah di meja Dirjen mau ke meja Menteri untuk membentuk tim terpadu. dari Kementrans, Kemenhut dan Lingkungan Hidup, dari provinsi dan kabupaten untuk mengukur lahan," terangnya.

Sementara itu, Kepala BPN Natuna, Abdilah Husain menyebutkan, sejak bertugas mulai tahun 2018, ia telah mendapat kabar mengenai areal transmigrasi yang belum terselesaikan.

"BPN Natuna tugas nya mengadministrasikan tanah di natuna. surat lengkap orang ada maka sah. jadi awal bertugas di Natuna 2018, kami dapat surat keputusan Bupati, penetapan nama calon pemilik tanah atau Subjek hak 591 KK. Tapi berkas yang kami terima hanya 491, selisih 100," ujar Abdilah.

Abdilah juga membeberkan, Dalam subjek hak yang di SK kan Bupati, masih terdapat masalah lahan. Adapun rincian permasalahan lahan yang ia maksud, yakni,

1. Bidang tanah ada di kawasan HPK 110 subjek hak.

2. Berkas tak sesuai SK Bupati ada 6 subjek.

3. Masalah kepemilikan lahan 11.

4. Berkas tak lengkap 4.

5. 4 bidang lahan pekarangan rupannya sudah ada hak milik sebelumnya, maka juga tak bisa diproses untuk hindari over lap.

6. 62 bidang belum dilaksanakan pengukuran karena belum ada tanda batas.

"jadi kami tak ukur takut ada masalah,

apabila nanti mau kita tindak lanjuti maka pancang batas harus jelas dengan sepadan biar bisa diukur, dan berkas nya dilengkapi," ujar Abdilah. (MK)

Editor: Ramadhan
Share: